Rabu, 02 Maret 2011

Hakikat Belajar



PEMBAHASAN

A.    Mengapa Manusia Belajar
Mengapa Manusia Belajar? Jawabannya adalah karena ia ingin mengetahui atau memperoleh pengetahuan . nilai,sikap dan keterampilan. Jawaban lengkapnya adalah manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar, yang dipacu oleh sikap ingin tahu dan didukung kemanpuan untuk mengetahui. Manusia yang diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah diatas bumi dilengkapi dengan akal sehat serta hasrat ingin tau, sehingga selalu ingin bertanya tau mempertanyakan sesuatu, mulai dari hal –hal yang sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang sangat rumit.
Hasrat ingin mengetahui itu telah tampak senak anak masih kanak-kanak, bahkan masih bayi. Apa yang dapat dijangkau diraihnya,dipegangnnya di masukkan ke dalam mulutnya, dijatuhkan atau dilemparkan. Tampaknya,ia belajar, ia melakukan eksperimen. Dengan demikian memperoleh pengetahuan melalui pengalaman atau eksperimen, bahwa apa yang disentuhnya itu ada ynag panas atau ada yang dingin, ada yang halus dan ada yang kasar, ada yang jatuh menimbulkan bunyi dan ada yang tidak menimbulkan bunyi, ada yang pecah dan ada yang tidak pecah; bahwa apa yang dikecapnya ada yang manis dan ada yang kecut, ada yang hambar dan ada yang asin, dan sebagainya.
Salah satu ciri khas manusia adalah hasrat ingin tahu dan setelah mengetahui atau memperoleh ebih pengetahuan tentang sesuatu, segera kepuasaanya disusul dengan kecenderungan untuk ingin lebih tahu, dan seterusnya, karena didukung oleh kemampuan untuk mengetahui.Kemampuan manusia untuk belajar adalah ciri yang sangat penting yang membedakan manusia dengan hewan.
Kelakuan dan kemampuan melakukan sesuatu pada hewan tidak diperoleh melalui proses belajar dalam arti sadar tujuan, tetapi melalui mekanisme naluri, yang berkembang dengan sendirinya, siap pakai tanpa latihan sebelumnya, tetapi tak dapat meningkat karena dibatsi suatu pola yang sudah tertentu. Belajar bagi manusia memainkan peranan penting dalam pewarisan kebudayaan berupa kumpulan pengetahuan, nilai sikap dan keterampilan kepada generasi pelanjut.
B.      Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar  pada umumnya dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa ahli  yang mendefinisikan istilah belajar  dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk dapat memahami dan mempunyai gambaran yang luas, berikut ini diberikan beberapa pengertian belajar menurut para ahli :
a. Whittaker mengatakan bahwa belajar  adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
b. Kimble mengatakan bahwa belajar  adalah perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.
c. Winkel mengatakan bahwa belajar  adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
d. Sdaffer mengatakn bahwa belajar  merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar  adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri.
Perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrampilan, sikap, pengertian  ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.


1)      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi belajar
Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar  digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a. Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya.
b. Kondisi psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a.       Lingkungan alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
b.      Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya, (2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya, dan (3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta guru.Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa.
C.    Bentuk- Bentuk Belajar
1). Bentuk Belajar Menurut Fungsi Psikis
V.S. Gerlach & D.P. Ely  membagi bentuk atau tipe belajar menurut fungsi psikis, yaitu berlajar kognitif, belajar psikomotor dan belajar efektif.
1.1 Belajar Kognitif
ciri khas belajar ini adalah memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk yang mewakili objek-objek yang dihadapi atau diamati,apakah itu orang, benda atau kejadia/peristiwa. Objek-objek  itu dihindari dalam diri seorang melalui  tanggapan gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
1.2  Belajar Psikomotoris
ciri khas belajar psikomotorik terletak dalam belajar menghadapi dan memahami objek-objek secara fisik. Dalam belajar seperti cara ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat dari ( sensorik), maupun bergerak dan menggerakkan ( motorik), memegang peranan penting. Pengamatan adalah fungsi yang membuat manusia mengenal dunia yang nyata atau berwujud. Menurut Jean Piaget, belajar psikomotorik merupakan dasar bagi belajar berpikir.
1.3  Belajar Afektif
salah satu ciri dari bentuk beljar afektif adalah belajar menghayati nilai dari objek yang dihadapi melalui perasaan, apakah objek itu berupa orang, benda atau peristiwa.Ciri lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.

2.  Bentuk Belajar Menurut Materi yang Dipelajari
2.1  Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua  data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan masalah, relasi-relasi diantara konsep-konsep dan strukur-strukur hubungan.
2.2 Belajar Teknik
bentuk belajar ini bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam menangani atau atau mengerjakan sesuatu, misalnya belajar mengetik dengan sistem 10 jari. Belajar ini biasa juga disebut belajar motorik.
2.3  Belajar Bermasyarakat
Bentuk belajar ini bertujuan umtuk membantasi diri dari dorongan yang spontan; tenggan rasa untuk menjaga perasaan orang lain. Kehidupan bersama atau bermasyarakat menurut pengendalaian perilaku, dengan memperhitungkan kepentingan orang lain disekitar kita. Solidaritas, rasa kesetiakawanan sosial merupakan wujud dari belajar bermasyarakat.
2.4 Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan untuk menghayati keindahan, kalau perlu menciptakan keindahan dalam berbagai segi kehidupan. Keindahan terdapat dimana-mana. Pelukis menuangkannya dalam bentuk lukisan, sastrawan dalam bentuk sanjak, komponis dalam bentuk lagu. Dalam diri manusia terdapat jiwa estetis yang perlu dikembangkan melalui belajar, yaitu belajar estetis.


3. Bentuk Belajar Ditinjau dari Berbagai Segi
A. Ditinjau dari segi berlangsungnya
belajar dapat berlangsung dengan tidak sengaja (Internal Learning), dapat pula berlangsung dengan sengaja (formal Learning).Belajar dengan tak sengaja, ialah cara belajar yang sama dengan pengalaman hidup sehari-hari dalam lingkungan hidup, dalam lingkungan masyarakat, dalam pergaulan hidup  sehari-hari. Beberapa pengetahuan, mulai, sikap dan keterampilan kita peroleh dalam pergbaulan hidup bersama dan interaksi dalam lingkungan hidup. Belajar dengan sengaja ialah cara belajar dengan objek-objek tertentu dengan rencana-rencana terntentu dan dengan pemechan-pemecahan tertentu.
B. Ditinjau Dari Ruang Geraknya
ditinjau dari ruang geraknya, belajar dapat diarahkan secara vertikal (vertikal learning) dan secar horisontal (horisontal learning). Beljar vertikal ialah belajara dengan penambahan pengetahuan dalam suatu daerah pengetahuan teretnu, memeperbaiki atau memperdalam pengetahuan-pengetahuan yang telah diacapai atau memperhebat intensitas sikapdan car berfikir. Belajar horisontal ilah belajar dengan memeprluas horison belajar, mempelajari bermacam-macam pengetahuan yang berbeda-beda yang diutamakan adalah menambah jenis atau bidang pengetahuan, sehingga mungkin tidak mendalam malah cenderung kearah generalisasi.
C. Ditinjau dari Segi Peristiwanya
Ditinjau dari peristiwanya belajar dapat dipandang sebagai (1) hasil, (2) proses dan (3) fungsi.Belajar sebagai hasil ialah belajar yang didlamnya terutama menekangkan bentuk akhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif.Belajar sebagai proses ialah belajar yang didalamnya terutam menekankan apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai tujuan.
         
Belajar sebagai fungsi ialah belajar yang didalamnya terutama menekankan aspek-aspek yang menetukan atau memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan perilaku manusia didalam penglaman-pengalaman edukatif.
Secara bagan bentuk-bentuk belajar dapat dlihat sebagai berikut :
                                                                   BELAJAR        
Peristiwa Belajar Sebagai
Berlangsung Secara
Bergerak Dengan
1.      Hasil betnuk akhir
2.      Proses perubahna apa terjadi
3.      Fungsi apa yang menentukan
1.      Formal dengan sengaja, berncana, objek tertentu
2.      Informal tidak sengaja, rutin
1.      Horizontal:
Meluas, banyak macam
2.      Vertikal:
Mendalam untuk satu macam




PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar, yang dipacu oleh sikap ingin tahu dan didukung kemanpuan untuk mengetahui. Manusia yang diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah diatas bumi dilengkapi dengan akal sehat serta hasrat ingin tau, sehingga selalu ingin bertanya tau mempertanyakan sesuatu, mulai dari hal –hal yang sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang sangat rumit.
2.      belajar  adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri.
3.      Secara bagan bentuk-bentuk belajar dapat dlihat sebagai berikut :
                                                                   BELAJAR        
Peristiwa Belajar Sebagai
Berlangsung Secara
Bergerak Dengan
4.      Hasil betnuk akhir
5.      Proses perubahna apa terjadi
6.      Fungsi apa yang menentukan
3.      Formal dengan sengaja, berncana, objek tertentu
4.      Informal tidak sengaja, rutin
3.      Horizontal:
Meluas, banyak macam
4.      Vertikal:
Mendalam untuk satu macam

B.     Saran
Bagi pembaca agar menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk makalah yang sejenis.

         



DAFTAR PUSTAKA
Sahabuddin. 2007. Mengajar dan Belajar. Makassar : Badan Penerbit UNM
Heri Triluqman. 2010. Belajar dan Motivasinya. (Online),(http://heritl.blogspot.com/2007/12/belajar-dan-motivasinya.html).diakses 6 Maret 2010.
Abu muhammad. 2008. Prestasi Belajar (Online),( http://spesialis-torch.com/content/view/120/29/,diakses 6 Maret 2010

aliran Filsafat pendidikan Esensialisme


 
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Indonesia  merupakan negara plural dan banyak dijumpai pandangan-pandangan mengenai pendidikan secara global maupun Indonesia pada khususnya. Pendidikan dan kehidupan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan keduanya ibarat tubuh dengan jiwa manusia. Jiwa berpotensi menggerakkan tubuh, sementara kehidupan manusia digerakkan oleh pendidikan menuju tujuan hidup yang didambakan (Jalaluddin, 2007).
Berbicara mengenai filsafat pendidikan terdapat hal yang perlu diketahui mengenai aliran-aliran filsafat pendidikan salah satunya adalah aliran filsafat pendidikan Esensialisme, banyak yang perlu kita ketahui dalam aliran tersebut. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan menguraikan bagaimana sebenarnya aliran filsafat pendidikan esensialisme itu, mencakup tentang esensialisme itu sendiri, tokoh-tokoh esensialisme, Tempat Asal Aliran Esensialisme Dikembangkan, Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan, Pandangan  tentang Aliran Esensialisme segi ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain sebagai tugas individu  mata kuliah Filsafat Pendidikan juga untuk mengetahui :
1.      Konsep Dasar aliran Filsafat Esensialisme
2.      Tokoh-tokoh Esensialisme
3.      Tempat Asal aliran pendidikan Esensialisme dikembangkan
4.      Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di bidang Pendidikan
5.      Pandangan tentang Aliran Esensialisme dari segi ontologi,Epistemologi dan aksiologi


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Konsep Dasar Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk  corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat.
Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah,
berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya. Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa aliran esensialime merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia
B.     Tokoh-Tokoh Esensialime
1.      Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.


2.      George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan

C.    Tempat Asal Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme Berkembang
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan.


D.    Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di bidang Pendidikan
1.      Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar Idealisme
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu.
Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya.
Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2.  Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang  bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan. 
Bogoslousky mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:
1. Universum:  Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
2. Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera .
3. Kebudayaan: Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.


4. Kepribadian: Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
 Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian. Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
 Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
E.     Pandangan tentang Aliran Esensialisme dari segi ontologi, Epistemologi dan aksiologi
1.      Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.  Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita scbagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya.
Berdasarkan kualitas inilah dia memperoduksi secara tepat pengetahuannya dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama.
1.      Pandangan Kontraversi Jasmaniah dan Rohaniah
Perbedaan idealisme dan realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide, rohaniah. Sebaliknya realist berpendapat bahwa kita hanya mengctahui sesuatu realita di dalam melalui jasmani.
2.      Pendekatan (Approach) ldealisme pada Pengetahuan
Kita hanya mengerti rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain. Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari pada rasio Tuhan yang Maha Sempurna. Menurut T.H Green, approach personalisme itu hanya melalui introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena itu setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi antara macam-macam pengamalan.
3.      Menurut Teori Koneksionisme
Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan-hubungan antara) stimulus dan respon. Dan manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban dengan jalan memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respon.
4.      Tipe Epistemologi Realisme
 Terdapat beberapa tipe epistemologi realisme. Di Amerika ada dua tipe yang utama:
a.       Neorealisme
Secara psikologi neorealisme lebih erat dengan behaviorisme Baginya pengetahuan diterima, ditanggap langsung oleh pikirar dunia realita. ltulah sebabnya neorialisme menafsirkan badan sebagai respon khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atat tanpa adanya proses intelek
b. Cretical Realisme
 Aliran ini menyatakan bahwa media antara inetelek dengan realita adalah seberkas pengindraaan dan pengamatan.
Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangun-pandangan idealisme dan realism sebab essensialisme terbina aleh kedua syarat tersebut.
     a. Teori Nilai Menurut Idealisme
Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu.
b.Teori Nilai Menurut Realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa mengenai masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya, realisme bersandarkan atas keilumuan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari Iingkungan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Aliran esensialime merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia
2.       Tokoh-tokoh Aliran Esensilisme
a.       Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
b.      George Santayana
3.      Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan.
4.      Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di bidang Pendidikan
a.       Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar Idealisme
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku.
b.      Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang  bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat
5.      Pandangan tentang Aliran Esensialisme dari segi ontologi, Epistemologi dan aksiologi
a.       Pandangan secara Ontologi
b.      Pandangan secara Epistemologi
c.       Pandangan secara Aksiologi

B.     Saran
Bagi pembaca agar menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk makalah yang sejenis.


DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin & Abdullah Idi . 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Anonim a. 2009. Aliran Filsafat Pendidikan Esensilisme ( Online ) http://edu-articles.com, diakses 22 Maret 2010
Anonim b. 2009. Aliran Filsafat Pendidikan Esensilisme ( Online ) http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_utama , diakses 22 Maret 2010
Fadliyanur. 2008. Aliran Esensilisme ( Online ) http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-esensialisme.html, diakses 22 Maret 2010