Minggu, 27 Februari 2011

Makalah Sikap


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya. Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian  sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap kaitannya denganefek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem hubungan antarkelompok.

Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;Gerungan, 2000).
Oleh karena itu kami akan membahas lebih spesifik lagi mengenai sikap.  Untuk itu Dalam makalah ini penulis akan menguraikan mengenai pengertian sikap, proses dan komponen sikap, faktor – faktor yang mempengaruhi sikap, teori- teori tentang  sikapdan hubungan sikap dengan perilaku.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain sebagai tugas kelompok mata kuliah Dasar- dasar Pemahaman Perilaku juga untuk mengetahui :
1.      Pengertian Sikap
2.      Proses dan komponen Sikap
3.      Faktor- faktor yang mempengaruhi sikap
4.      Teori – Teori Tentang Sikap
5.      Hubungan sikap dengan Perilaku

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Sikap

Dibawah ini pengertian Sikap Menurut para Ahli:
1. Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif  (ravorably) atau secara negatif (untavorably) terhadap obyek - obyek tertentu.
2. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional , emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
3. La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku , tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
4. Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
5. Sumber di www. wikipedia.org menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
6. Menunit G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.  
7. Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.


8. Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
a. sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
b. sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan,mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
c. sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
d. sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
9. Sri Utami Rahayuningsih (2008) Sikap (Attitude) adalah
1. Berorientasi kepada respon : : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu
perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung
(Unfavourable) pada suatu objek
2. Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah
terkondisikan
3. Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
B.     Proses dan Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975;Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000).
1.      Komponen kognitif
Aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai – nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu.
2.      komponen afektif
Aspek  ini Dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.
3.      komponen kecenderungan bertindak
Berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinandan keinginannya.
 Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek. Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem.
komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap  dan Ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap.
C.    Faktor- Faktor yang mempengaruhi Sikap

a.      Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
b.      Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
c.       Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4.      Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.


5.      Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
D.    Teori – Teori Tentang Sikap
1.      Teori Keseimbangan
Pada teori ini fokusnya terletak pada upaya individu untuk tetap konsisten dalam bersikap  dalam hidup yang melibatkan hubungan- hubungan antara seseorang dengan dua objek sikap.Dan dalam bentuk sederhana, ketiga elemen tersebut dihubungkan dengan :
a.       sikap favorable ( baik, suka, positif )
b.      sikap Unfavorable ( buruk, tidak suka, negatif )
2.      Teori Konsistensi kognitif – Afektif
Pada teori ini fokusnya terletak pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisiten dengan afeksinya dan penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya.Sebagai contoh:
Tidak jadi makan direstoran X karena temannya bilang bahwa restoran tersebut tidak halal padahal di belum pernah kesana
3.      Teori Ketidaksesuaian
Pada teori ini fokusnya terletak pada  bagaimana individu menyelataskan elemen – elemen kognisi, pemikiran atau struktur ( Konsonansi selaras ) dan disonasi atau kesetimbangan yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi seseorang untuk memperbaikinya.dimana terdapat 2 elemen kognitif dimana disonasi terjadi jika kedua elemen tidak cocok sehingga menganggu logika dan penghargaan. Sebagai contoh Misalnya: ”Merokok membahayakan kesehatan” konsonansi dengan ”saya tidak merokok”; tetapi disonansi dengan ”perokok”.
Cara mengurangi Disonansi:
a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubah sikap agar sesuai dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok
b. Menambahkan satu elemen kognitif baru. Misalnya: tidak percaya rokok merusak kesehatan

4. Teori Atribusi
Pada teori ini fokusnya terletak paad bagaimana individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan sendiri dan persepsinya tentang situasi. Pada teori ini implikasinya adalah perubhan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah. Sebagai contoh memasak setiap kesempatan baru sadar kalu dirinya suka menyukai/ hobi memasak.

E.     Hubungan sikap dengan perilaku
Sikap yang dilakukan oleh setiap individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku individu. Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respon yang ditangkap ,kecenderungan individu untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh berbagai faktor bawaan dan lingkungan sehingga menimbulkan tingkah laku.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Proses sikap terdiri dari 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan kecenderungan untuk bertindak, komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap  dan Ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap.
Sikap yang dilakukan oleh setiap individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku individu. Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respon yang ditangkap ,kecenderungan individu untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh berbagai faktor bawaan dan lingkungan sehingga menimbulkan tingkah laku.




B.     SARAN
Adapun saran dari penulis adalah gunakanlah makalah ini dengan sebaik-baiknya dan jadikanlah sebagi bahan referensi untuk makalh yang sejenis.



                                                         
DAFTAR PUSTAKA

H. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Anonim a. 2008. Faktor – Faktor yang mempengaruhi sikap ( Online ) http: // www. Sikap. Com,diakses 7 April 2010
Sri Utami Rahayuningsih . 2008. Sikap ( Attitude ) (Online ) http:// www. Atttitude,blogspot. Com, diakses 7 April 2010
            Fitri. 2008. Pengertian Sikap (Online ) http:// Blog dunia Psikologi. Com, diakses 7 April  2010

Perkembangan Moral Sepanjang Rentang Kehidupan


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu  sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.Perkembangan pada manusia terjadi pada masa prakelahiran,kelahiran,bayi sampai mati, perkembangan pada manusia memiliki tahapan-tahapan dan proses-proses sampai terjadi perubahan baik itu dalam hal fisik maupun dalam hal psikis.
Bila kita kaji lebih dalam mengenai perkembangan individu banyak hal yang perlu kita ketahui seperti ,prinsip-prinsip perkembangan, faktor-faktor yangmempengaruhi perkembangan,tugas-tugas perkembangan, aspek-aspek perkembangan sampai pada karekteristik setiap fase perkembangan, hal ini terjadi pada masa pra kelahiran,kelahiran sampai pada masa kematian,  Namun penulis dalam hal ini ingin mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai aspek-aspek perkembangan pada manusia yaitu mengenai perkembangan moral sepanjang rentang kehidupan.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai tugas kelompok  mata kuliah perkembangan individu, juga untuk mengetahui :
1.      Pengertian perkembangan moral
2.      Proses/tahapan  perkembangan moral
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
4.      Perkembangan moral pada masa bayi,anak-anak  (pra sekolah dan sekolah ), remaja dan Dewasa.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu seperti :
1.      seruan untuk berbuat baik kepada orang lain memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain,
2.      larangan berjudi, mencuri, berzina, membunuh dan meminum khamar.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

B.     Proses / Tahapan Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara:
1.      Pendidikan Langsung, yaitu penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah,atau baik buruknya orang tua,guru atau orang dewasa lainnya.
2.      Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya
3.      Prose Coba-coba (trial & error ) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatngkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.

Dalam membahas proses perkembangan moral ini, dalam teori  Lawrence  Kohlerg membagi perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu:
1.      Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
A.     Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas
B. Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.
2.      Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
A.     Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”  
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
B.     Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
3.      Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
A.     Orientasi kontrak sosial
Legalitas Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.
 Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat social .Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.
B.     Orientasi Prinsip Etika
Universal Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.
Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu sederhana. Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget.
Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey, :
(1) pada tahap pramoral anak belum menyadari keterikatannya pada aturan;
(2) tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan;
(3) tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan    timbal balik).


Berkat pandangan Dewey dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan orang muda seperti yang tertera di atas. Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru.
Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.

C.    Faktor- Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral
Adapun faktor-faktor  yang mempengaruhi perkembangan Moral adalah sebagai berikut:
1.      Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2.      Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.
3.      Tekanan psikologi yang dialami
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.
4.      Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi  karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.
D.    Perkembangan moral pada masa bayi, anak-anak  ( pra sekolah dan sekolah ), remaja dan Dewasa
1.      Perkembangan moral pada masa bayi(0-2 tahun)
Pada masa bayi ini tingkah laku hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah belaka(Impulsif).oleh karena itu tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini, anak cenderung suka mengulangi perbuatan yang menyenangkan,dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan ( menyenangkan).
2.      Perkembangan moral pada masa pra sekolah(2-6 tahun)
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua,saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan ornag lain (orang tua,saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik /boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak /tidakdisetujui. Berdasarkan pemahamannya itu,maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku. Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk,benar-salah atau menanamkan disiplin pada anak ,orang tua atau guru hendak memberikan penjelasan tentang alasannya.
3.      Perkembangan Moral pada masa sekolah(6-12 tahun)
Pada masa ini anak mulai mengenal konsep moral (mengenai benar salah atau baik buruk pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin anak tidak mngerti konsep moral ini,tetapi lambat laun anak akan memahaminya.
Pada masa ini anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu,anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
4.      Perkembangan Moral pada masa Remaja (awal 12-15, madya 15-18, akhir 19-22 tahun )
Melalui pengalaman atau berinterkasi sosial dengan orang tua,guru,teman sebaya atau orang dewasa lainnya,tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usi anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas sperti kejujuran,keadilan,kesopanan dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya,tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya)
5.      Perkembangan moral pada masa dewasa
Pada umumnya perkembangan moral pada masa remaja dengan perkembangan moral pada masa dewasa sama, lebih matang lagi dalam hal bersikap pada orang lain, dan mampu menghargai orang lain.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
2.      Dalam membahas proses perkembangan moral ini, dalam teori  Lawrence  Kohlerg membagi perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu
A.    Tingkat pra konvensional
B.     Tingkat konvensional
C.     Tingkat pasca konvensional(Otonom/berdasarkan prinsip
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
A.    Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
B.     Pengaruh lingkungan yang tidak baik
C.     Tekanan psikologi yang dialami
D.    Gagal dalam studi/pendidikan
E.     Peranan media massa
F.      Perkembangan teknologi modern
4.      Perkembangan moral
A.    Masa Bayi
B.     Masa pra sekolah
C.     Masa sekolah
D.    Masa remaja
E.     Masa dewasa
B.     Saran
Bagi pembaca agar menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk makalah yang sejenis.



DAFTAR PUSTAKA
John W. Santrock. 1995. Life-Span Development. Jakarta : Penerbit Erlangga
Yusuf, Samsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Guntur. 2009. Perkembangan Moral (Online) http// perkembangan Moral,gntur :html, Diakses 01 April 2010
Anonim a. 2009. Perkembangan Moral  (Online ) http:// Perkembangan Moral.com, diakses 1 April 2010
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta