Minggu, 27 Februari 2011

Perkembangan Moral Sepanjang Rentang Kehidupan


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu  sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.Perkembangan pada manusia terjadi pada masa prakelahiran,kelahiran,bayi sampai mati, perkembangan pada manusia memiliki tahapan-tahapan dan proses-proses sampai terjadi perubahan baik itu dalam hal fisik maupun dalam hal psikis.
Bila kita kaji lebih dalam mengenai perkembangan individu banyak hal yang perlu kita ketahui seperti ,prinsip-prinsip perkembangan, faktor-faktor yangmempengaruhi perkembangan,tugas-tugas perkembangan, aspek-aspek perkembangan sampai pada karekteristik setiap fase perkembangan, hal ini terjadi pada masa pra kelahiran,kelahiran sampai pada masa kematian,  Namun penulis dalam hal ini ingin mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai aspek-aspek perkembangan pada manusia yaitu mengenai perkembangan moral sepanjang rentang kehidupan.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai tugas kelompok  mata kuliah perkembangan individu, juga untuk mengetahui :
1.      Pengertian perkembangan moral
2.      Proses/tahapan  perkembangan moral
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
4.      Perkembangan moral pada masa bayi,anak-anak  (pra sekolah dan sekolah ), remaja dan Dewasa.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Perkembangan Moral
Moral berasal dari kata Latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu seperti :
1.      seruan untuk berbuat baik kepada orang lain memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain,
2.      larangan berjudi, mencuri, berzina, membunuh dan meminum khamar.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

B.     Proses / Tahapan Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara:
1.      Pendidikan Langsung, yaitu penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah,atau baik buruknya orang tua,guru atau orang dewasa lainnya.
2.      Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya
3.      Prose Coba-coba (trial & error ) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatngkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.

Dalam membahas proses perkembangan moral ini, dalam teori  Lawrence  Kohlerg membagi perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu:
1.      Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
A.     Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas
B. Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.
2.      Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
A.     Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”  
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
B.     Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
3.      Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:
A.     Orientasi kontrak sosial
Legalitas Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.
 Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat social .Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.
B.     Orientasi Prinsip Etika
Universal Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.
Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu sederhana. Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget.
Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey, :
(1) pada tahap pramoral anak belum menyadari keterikatannya pada aturan;
(2) tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan;
(3) tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan    timbal balik).


Berkat pandangan Dewey dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan orang muda seperti yang tertera di atas. Hubungan antara tahap-tahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru.
Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.

C.    Faktor- Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral
Adapun faktor-faktor  yang mempengaruhi perkembangan Moral adalah sebagai berikut:
1.      Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2.      Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.
3.      Tekanan psikologi yang dialami
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.
4.      Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi  karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.
D.    Perkembangan moral pada masa bayi, anak-anak  ( pra sekolah dan sekolah ), remaja dan Dewasa
1.      Perkembangan moral pada masa bayi(0-2 tahun)
Pada masa bayi ini tingkah laku hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah belaka(Impulsif).oleh karena itu tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini, anak cenderung suka mengulangi perbuatan yang menyenangkan,dan tidak mengulangi perbuatan yang menyakitkan ( menyenangkan).
2.      Perkembangan moral pada masa pra sekolah(2-6 tahun)
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua,saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan ornag lain (orang tua,saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik /boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak /tidakdisetujui. Berdasarkan pemahamannya itu,maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku. Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk,benar-salah atau menanamkan disiplin pada anak ,orang tua atau guru hendak memberikan penjelasan tentang alasannya.
3.      Perkembangan Moral pada masa sekolah(6-12 tahun)
Pada masa ini anak mulai mengenal konsep moral (mengenai benar salah atau baik buruk pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin anak tidak mngerti konsep moral ini,tetapi lambat laun anak akan memahaminya.
Pada masa ini anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu,anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
4.      Perkembangan Moral pada masa Remaja (awal 12-15, madya 15-18, akhir 19-22 tahun )
Melalui pengalaman atau berinterkasi sosial dengan orang tua,guru,teman sebaya atau orang dewasa lainnya,tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usi anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas sperti kejujuran,keadilan,kesopanan dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya,tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya)
5.      Perkembangan moral pada masa dewasa
Pada umumnya perkembangan moral pada masa remaja dengan perkembangan moral pada masa dewasa sama, lebih matang lagi dalam hal bersikap pada orang lain, dan mampu menghargai orang lain.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
2.      Dalam membahas proses perkembangan moral ini, dalam teori  Lawrence  Kohlerg membagi perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu
A.    Tingkat pra konvensional
B.     Tingkat konvensional
C.     Tingkat pasca konvensional(Otonom/berdasarkan prinsip
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral
A.    Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
B.     Pengaruh lingkungan yang tidak baik
C.     Tekanan psikologi yang dialami
D.    Gagal dalam studi/pendidikan
E.     Peranan media massa
F.      Perkembangan teknologi modern
4.      Perkembangan moral
A.    Masa Bayi
B.     Masa pra sekolah
C.     Masa sekolah
D.    Masa remaja
E.     Masa dewasa
B.     Saran
Bagi pembaca agar menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya untuk menambah pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk makalah yang sejenis.



DAFTAR PUSTAKA
John W. Santrock. 1995. Life-Span Development. Jakarta : Penerbit Erlangga
Yusuf, Samsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Guntur. 2009. Perkembangan Moral (Online) http// perkembangan Moral,gntur :html, Diakses 01 April 2010
Anonim a. 2009. Perkembangan Moral  (Online ) http:// Perkembangan Moral.com, diakses 1 April 2010
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar